Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sebaik-baik wanita adalah yang taat pada Allah dan patuh pada suaminya..
Dan sebaik-baik lelaki adalah yang taat pada Allah dan memuliakan isterinya..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. Ahmad)
“Sebaik-baik kalian, adalah orang yang paling baik terhadap
keluarganya, dan Aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku.”
(HR. Tirmizi)
“Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarganya dan kelak ia akan
ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang mereka.” (HR. Al-Bukhari)
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19)
Lelaki terindah di mata wanita bukanlah yang paling tampan
wajahnya; melainkan yang bisa membuatnya merasa sang tercantik di dunia.
Lelaki tergagah di hati wanita bukanlah yang paling kekar ototnya,
melainkan yang mampu mendengar, memahami, dan mengerti curahan
hatinya.
Lelaki terkaya bagi wanita, bukanlah yang terbanyak hartanya. Tapi
dia yang pandai bersyukur dan mengungkapkan terimakasih padanya.
Lelaki tershalih bagi wanita, tak sekedar banyak ilmu agama dan rajin ibadahnya; tapi juga dia yang paling mulia akhlaqnya.
Lelaki terhebat bagi wanita, bukanlah yang mampu membelikan apapun
untuknya; tapi yang wajah dan bahunya siap menyambut senyum dan
airmata.
”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)
Senin, 27 April 2015
Yuk kita tobat,,,Ajal tidaklah menunggu kita
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hidup, rezeki, dan jodoh, ajal bisa datang kapan, di mana, dan kepada siapa saja. Oleh karenanya, agama menganjurkan kita untuk selalu bertobat jika sewaktu-waktu kita dipanggil oleh-Nya.
Setiap manusia tidak akan pernah tahu kapan ia akan dipanggil oleh Sang Kuasa. Seperti halnya hidup, rezeki, dan jodoh, ajal bisa datang kapan, di mana, dan kepada siapa saja. Oleh karenanya, agama menganjurkan kita untuk selalu bertobat agar jika sewaktu-waktu kita dipanggil oleh-Nya, kita sudah memiliki “tabungan” masa depan.
Manusia memang gudangnya dosa. Hal terkecil pun—selagi itu tidak sejalan dengan agama, sudah pasti akan menimbulkan dosa. Namun, Allah Maha Pengampun. Kita —secara sengaja atau pun tidak—yang telah melakukan dosa/kesalahan, masih bisa mendapatkan ampunan jika benar-benar bertobat.
Mungkin kita sering mendengar segelintir orang mengatakan bahwa ia akan bertobat ketika sudah kaya. Atau ia akan bertobat setelah nazarnya terpenuhi. Padahal ajal belum tentu menunggu pertobatan seseorang.
Berbekal hal itu, janganlah ragu untuk segera bertobat. Bersimpuh dan memohon ampunan-Nya atas segala khilaf dan dosa di keseharian. Allah pun berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Lantas, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda memohon ampunan dan bertobat kepada-Nya?
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hidup, rezeki, dan jodoh, ajal bisa datang kapan, di mana, dan kepada siapa saja. Oleh karenanya, agama menganjurkan kita untuk selalu bertobat jika sewaktu-waktu kita dipanggil oleh-Nya.
Setiap manusia tidak akan pernah tahu kapan ia akan dipanggil oleh Sang Kuasa. Seperti halnya hidup, rezeki, dan jodoh, ajal bisa datang kapan, di mana, dan kepada siapa saja. Oleh karenanya, agama menganjurkan kita untuk selalu bertobat agar jika sewaktu-waktu kita dipanggil oleh-Nya, kita sudah memiliki “tabungan” masa depan.
Manusia memang gudangnya dosa. Hal terkecil pun—selagi itu tidak sejalan dengan agama, sudah pasti akan menimbulkan dosa. Namun, Allah Maha Pengampun. Kita —secara sengaja atau pun tidak—yang telah melakukan dosa/kesalahan, masih bisa mendapatkan ampunan jika benar-benar bertobat.
Mungkin kita sering mendengar segelintir orang mengatakan bahwa ia akan bertobat ketika sudah kaya. Atau ia akan bertobat setelah nazarnya terpenuhi. Padahal ajal belum tentu menunggu pertobatan seseorang.
Berbekal hal itu, janganlah ragu untuk segera bertobat. Bersimpuh dan memohon ampunan-Nya atas segala khilaf dan dosa di keseharian. Allah pun berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Lantas, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda memohon ampunan dan bertobat kepada-Nya?
Dengan NIAT baik di catat satu KEBAIKAN
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sebagian kita barangkali belum mengetahui bahwasanya dengan niatan saja untuk beramal (maksudnya: tekad) kuat namun tidak jadi mengamalkan karena suatu sebab, itu sudah bernilai pahala dan dicatat satu kebaikan. Bagaimana halnya jika sampai diamalkan. Hal ini menunjukkan bahwa hendaklah kita bersemangat dalam kebaikan, bahkan bertekad kuat untuk melakukan banyak amalan sholih.
Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, diriwayatkan dari Allah Ta’ala,
Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Yang dimaksud ‘hamm’ (bertekad) dalam hadits di atas adalah bertekad kuat yaitu bersemangat ingin melakukan amalan tersebut. Jadi niatan tersebut bukan hanya angan-angan yang jadi pudar tanpa ada tekad dan semangat.”(Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 319)
Perihal bertekad dalam beramal di sini, kita dapat melihat pada hadits lainnya,
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Abud Darda’ berkata, “Barangsiapa mendatangi ranjangnya, lantas ia berniat ingin shalat malam. Sayangnya, tidur telah mengalahkannya hingga ia bangun ketika shubuh, maka akan dicatat sebagai kebaikan apa yang ia niatkan.” (HR. Ibnu Majah secara marfu’. Ad Daruquthni berkata bahwa hadits ini mawquf. Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 319). Perkataan Abud Darda’ ini semakna dengan hadits ‘Aisyah di atas.
Sa’id bin Al Musayyib berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”
Abu ‘Imran Al Juwani berkata, “Malaikat pernah berseru: catatlah bagi si fulan amalan ini dan itu.” Lantas ia berkata, “Wahai Rabbku, sesungguhnya si fulan tidak beramal apa-apa.” Lantas dijawab, “Ia mendapatkan yang ia niatkan (tekadkan).”
Hadits berikut pun bisa jadi renungan bahwasanya setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan walau ia tidak sampai beramal asal sudah punya tekad yang kuat untuk beramal. Dari Abu Kabsyah Al Anmariy, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Orang pertama, diberikan rizki dan ilmu oleh Allah. Ia kemudian bertakwa dengan harta tadi kepada-Nya, menjalin hubungan dengan kerabatnya, dan ia pun tahu kewajiban yang ia mesti tunaikan pada Allah. Inilah sebaik-baik kedudukan.
Orang kedua, diberikan ilmu oleh Allah namun tidak diberi rizki berupa harta oleh Allah. Akan tetapi ia punya niat yang kuat (tekad) sembari berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku akan beramal seperti si fulan.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Pahalanya pun sama dengan orang yang pertama.
Orang ketiga, diberikan rizki oleh Allah berupa harta namun tidak diberikan ilmu. Ia akhirnya menyia-nyiakan hartanya tanpa dasar ilmu, ia pun tidak bertakwa dengan harta tadi pada Rabbnya dan ia juga tidak mengetahui kewajiban yang mesti ia lakukan pada Allah. Orang ini menempati sejelek-jelek kedudukan.
Orang keempat, tidak diberikan rizki oleh Allah berupa harta maupun ilmu. Dan ia pun berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan berfoya-foya dengannya.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Dosanya pun sama dengan orang ketiga.” (HR. Tirmidzi no. 2325, shahih kata Syaikh Al Albani).
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sebagian kita barangkali belum mengetahui bahwasanya dengan niatan saja untuk beramal (maksudnya: tekad) kuat namun tidak jadi mengamalkan karena suatu sebab, itu sudah bernilai pahala dan dicatat satu kebaikan. Bagaimana halnya jika sampai diamalkan. Hal ini menunjukkan bahwa hendaklah kita bersemangat dalam kebaikan, bahkan bertekad kuat untuk melakukan banyak amalan sholih.
Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, diriwayatkan dari Allah Ta’ala,
إِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ
فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ
عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا
كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ
ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu
Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan
lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan
yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan
melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali
lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130)Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Yang dimaksud ‘hamm’ (bertekad) dalam hadits di atas adalah bertekad kuat yaitu bersemangat ingin melakukan amalan tersebut. Jadi niatan tersebut bukan hanya angan-angan yang jadi pudar tanpa ada tekad dan semangat.”(Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 319)
Perihal bertekad dalam beramal di sini, kita dapat melihat pada hadits lainnya,
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
“Barangsiapa yang berdo’a pada Allah dengan jujur agar bisa mati
syahid, maka Allah akan memberinya kedudukan syahid walau nanti matinya
di atas ranjangnya.” (HR. Muslim no. 1908).‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
مِنِ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلاَةٌ بِلَيْلٍ فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ
إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ صَلاَتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً
عَلَيْهِ
“Tidaklah seseorang bertekad untuk bangun melaksanakan shalat
malam, namun ketiduran mengalahkannya, maka Allah tetap mencatat pahala
shalat malam untuknya dan tidurnya tadi dianggap sebagai sedekah
untuknya.” (HR. An Nasai no. 1784, shahih menurut Syaikh Al Albani).Abud Darda’ berkata, “Barangsiapa mendatangi ranjangnya, lantas ia berniat ingin shalat malam. Sayangnya, tidur telah mengalahkannya hingga ia bangun ketika shubuh, maka akan dicatat sebagai kebaikan apa yang ia niatkan.” (HR. Ibnu Majah secara marfu’. Ad Daruquthni berkata bahwa hadits ini mawquf. Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 319). Perkataan Abud Darda’ ini semakna dengan hadits ‘Aisyah di atas.
Sa’id bin Al Musayyib berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”
Abu ‘Imran Al Juwani berkata, “Malaikat pernah berseru: catatlah bagi si fulan amalan ini dan itu.” Lantas ia berkata, “Wahai Rabbku, sesungguhnya si fulan tidak beramal apa-apa.” Lantas dijawab, “Ia mendapatkan yang ia niatkan (tekadkan).”
Hadits berikut pun bisa jadi renungan bahwasanya setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan walau ia tidak sampai beramal asal sudah punya tekad yang kuat untuk beramal. Dari Abu Kabsyah Al Anmariy, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا
الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَعِلْمًا
فَهُوَ يَتَّقِى فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ
فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ
عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ
أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ
فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ
عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِى فِيهِ
رَبَّهُ وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا
فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالاً
وَلاَ عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ
بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
“Dunia telah diberikan pada empat orang:Orang pertama, diberikan rizki dan ilmu oleh Allah. Ia kemudian bertakwa dengan harta tadi kepada-Nya, menjalin hubungan dengan kerabatnya, dan ia pun tahu kewajiban yang ia mesti tunaikan pada Allah. Inilah sebaik-baik kedudukan.
Orang kedua, diberikan ilmu oleh Allah namun tidak diberi rizki berupa harta oleh Allah. Akan tetapi ia punya niat yang kuat (tekad) sembari berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku akan beramal seperti si fulan.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Pahalanya pun sama dengan orang yang pertama.
Orang ketiga, diberikan rizki oleh Allah berupa harta namun tidak diberikan ilmu. Ia akhirnya menyia-nyiakan hartanya tanpa dasar ilmu, ia pun tidak bertakwa dengan harta tadi pada Rabbnya dan ia juga tidak mengetahui kewajiban yang mesti ia lakukan pada Allah. Orang ini menempati sejelek-jelek kedudukan.
Orang keempat, tidak diberikan rizki oleh Allah berupa harta maupun ilmu. Dan ia pun berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan berfoya-foya dengannya.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Dosanya pun sama dengan orang ketiga.” (HR. Tirmidzi no. 2325, shahih kata Syaikh Al Albani).
Langganan:
Postingan (Atom)