Rabu, 11 November 2015

Tinggalkan yang Haram Hijrah ke yang halal

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim)




Saudaraku, perhatikan bagian-bagian tubuh kita ini, terutama panca indera. Perhatikan mata kita. Apakah ia masih terlena untuk melihat hal-hal yang tidak halal baginya. Apakah ia masih terbiasa asyik melihat hal-hal yang haram untuknya. Hijrahkanlah. Latihlah mata kita agar terbiasa untuk gudhulbashar atau menghindarkan pandangannya dari hal-hal yang tidak halal baginya. Latihlah mata kita hingga ia akhirnya menjadi terbiasa secara refleks menghindarkan pandangannya dari hal-hal yang haram dilihat.

Demikian juga dengan telinga kita. Perhatikanlah, apakah ia masih terbiasa mendengar urusan-urusan yang tidak halal baginya. Masihkah ia merasa asyik mendengar pembicaraan tentang aib atau kejelekan orang lain, ghibah dan gunjingan-gunjingan. Jika ya, maka segera hijrahkanlah telinga kita. Karena, bahkan tidak sengaja saja mendengar pembicaraan seperti itu, itu sudah cukup untuk mengotori hati. Tidak sengaja saja sudah seperti ini resikonya, maka orang yang kesenangannya membicarakan kejelekan orang lain, maka busuklah hatinya.

Ada satu cerita tentang seorang guru dengan seorang muridnya. Sang guru meminta agar sang murid menyimpan tomat busuk di dalam tas ranselnya dan senantiasa tetap membawanya kemanapun juga selama tiga hari. Kemudian, sang guru bertanya kepadanya tentang apa yang dia rasakan selama tiga hari itu. Sang murid menjelaskan dengan penuh nada kesal bahwa tidurnya jadi tidak nyaman, makan pun demikian gara-gara aroma tak sedap yang ditimbulkan tomat busuk itu. Nah, jika efek yang ditimbulkan tomat busuk saja sedemikain rupa, maka apalagi efek yang ditimbulkan oleh hati yang busuk.

Apakah yang menyebabkan hati busuk? Sebabnya adalah input yang ia peroleh adalah input yang busuk-busuk. Input itu masuk ke dalam hati lewat celah jendela penglihatan, pendengaran dan indera lainnya.

Jika ada orang yang datang kepada kita kemudian menceritakan kejelekan-kejelekan orang lain kepada kita, maka siap-siap saja kejelekan kita yang akan diceritakan kepada orang lain. Latihlah diri untuk selalu menolak dan menghindari pembicaraan tentang kejelekan orang lain. Jika kejelekan orang lain yang dibicarakan itu memang benar apa adanya, maka itu adalah kubangan ghibah. Sedangkan jika kejelekan orang lain yang dibicarakannya itu adalah tidak benar, maka itu adalah jebakan fitnah.

Selain memeriksa panca indera kita, periksalah juga harta kekayaan yang kita miliki. Sudahkah harta kekayaan kita bersih dari unsur-unsur haram atau belum. Karena sesungguhnya harta haram atau harta yang diperoleh dengan cara yang haram, meskipun hanya sedikit saja, itu merupakan racun bagi kita. Apalagi jika harta haram itu kemudian kita berikan kepada anak, istri dan keluarga kita, maka sesungguhnya kita telah meracuni mereka.

Jika kita yakin dengan sungguh-sungguh bahwasanya rezeki seluruh makhluk ini sudah dijamin oleh Allah Swt, maka kita tidak akan tergiur untuk mencari yang haram. Bukankah makhluk lain yang tidak berakal pun terjamin rezekinya. Ikan paus misalnya, yang dalam satu hari saja membutuhkan setidaknya satu setengah ton makanan, itu tercukupi rezekinya. Maka, apalagi manusia, makhluk yang dilengkapi dengan akal pikiran. Apalagi kita yang senantiasa berupaya meningkatkan kualitas keimanan kepada-Nya.

Jika kita yakin dengan sungguh-sungguh bahwasanya rezeki seluruh makhluk ini dijamin oleh Allah Swt, maka kita akan mengindari perbuatan mencuri, kita akan menjauhi praktik korupsi. Karena untuk apakah mencuri dan korupsi jika rezeki kita sudah dijamin oleh Allah Swt. Mencuri itu adalah tanda kebodohan. Korupsi itu adalah tanda kurang iman. Jika kita yakin dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt, maka jalan yang akan kita tempuh adalah bekerja secara halal untuk menjemput rezeki-Nya

Lebih aneh lagi jika pelaku korupsi adalah seseorang yang sudah berusia senja. Untuk apa sebenarnya ia melakukan korupsi? Toh harta yang berhasil ia kumpulkan pun tak akan bisa ia nikmati. Apalagi jika kesehatannya sudah semakin menurun. Makanannya sudah banyak pantangan karena masalah kolesterol dan gula darah misalnya. Harta hasil korupsi itu selain tidak akan berkah dan menimbulkan dosa, juga malah memicu malapetaka.

Apa artinya harta kekayaan itu jika hanya menjadi sumber persengketaan bagi anak-anaknya karena urusan warisan. Apalah juga arti harta kekayaan itu jika kemudian disita kembali oleh negara dan menimbulkan kesengsaraan bagi anak-anaknya. Harta kekayaan yang diperoleh dengan cara haram itu tak ada manfaatnya sama sekali dan hanya menimbulkan malapetaka belaka.

Sama sekali tidak ada satupun alasan untuk korupsi. Tak ada harta sekeping pun yang akan dibawa mati. Kain kafan yang membalut jasad pun hanya akan lapuk dan hancur dimakan serangga dan cacing di dalam tanah. Jangan pernah simpan sedikitpun harta haram. Segera kembalikan kepada tempat yang semestinya. Harta haram hanya menimbulkan kegelisahan dan ketakutan pada diri sendiri. Harta haram hanya akan jadi racun yang akan mencelakakan diri sendiri.

Ada satu paradigma keliru yang merebak di tengah-tengah masyarakat kita. Yaitu bahwa mencari harta haram saja susah, apalagi mencari harta yang halal. Inilah paradigma yang harus diubah karena paradigma ini adalah salah kaprah. Sepatutnya kita meneladani apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw manakala firman Allah Swt mengenai pengharaman khamr atau minuman keras.

Ketika itu, pengharaman khamr dilakukan secara berangsur-angsur, tidak sekaligus. Tatkala ayat terakhir tentang pengharaman khamr ini turun, dengan penuh antusias dan kepatuhan, para sahabat membuang khamr. Peristiwa ini terjadi di kota Madinah. Dalam satu keterangan disebutkan bahwa khamr yang dibuang itu hingga menggenangi jalan-jalan di kota Madinah.

Segala perkara haram sudah jelas diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk tidak dilakukan atau tidak dikonsumsi. Bahkan, didekati pun tidak boleh. Bahkan pula, jangankan yang haram, hal-hal yang mengarah kepada haram atau samar (syubhat) pun dilarang untuk didekati. Sedangkan perintah Rasulullah Saw adalah untuk dipatuhi.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika aku memerintahkan sebuah perkara kepada kalian, lakukanlah dengan segala kemampuan kalian. Dan apa-apa yang telah aku larang kalian mengerjakannya, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim)


Sahabatku, semoga kita tidak tergolong golongan manusia yang enggan untuk dimasukkan ke dalam surga. Siapakah golongan manusia tersebut? Rasulullah Saw bersabda, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah,siapakah orang yang enggan ?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku maka dia akan masuk surga, dan barangsiapa yang melanggar perintahku maka dia enggan masuk surga.” (HR. Bukhari).

Senin, 26 Oktober 2015

REJEKI AKAN DATANG MENCARI KITA

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh



Wahai saudaraku, G+ dan FB
Yakinlah apabila kita bertakwa kepada Allah dalam mencari rejeki, maka rejeki yang halal akan datang dari arah yang tidak kita duga, sebagaimana kematian akan mendatangi kita di waktu dan tempat yang tidak kita duga.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ"

“Sesungguhnya rejeki akan mencari seorang hamba sebagaimana kematian mencarinya”
(HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albany) 

Minggu, 25 Oktober 2015

Harta menjamin dunia, Iman menjamin Akhirat

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

Kebahagiaan hidup yang hakiki adalah apabila kebahagiaan hidup di dunia juga akan diikuti dengan kebahagiaan hidup di akhirat.
Setiap hamba yang beriman akan meyakini bahwa ada kehidupan yang kekal setelah kehidupan di dunia yang fana. Oleh karena itu kebahagiaan yang dipersiapkan adalah kebahagiaan yang beriringan, bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.



Apa saja kunci hidup bahagia? Apakah harta menjadi jaminan. Banyak orang kaya yang memiliki jumlah harta tak terhitung, namun mereka tidak menemukan kebahagiaan hidup. Bahkan tak jarang dengan harta yang dimilikinya tersebut ia akan menjadi sengsara. Bukan hanya sengsara di dunia tapi juga di akhirat.
Demikian juga bagi mereka yang memiliki jabatan terhormat. Jabatan tinggi tidak menjamin kehidupan seseorang akan bahagia. Lihatlah bagaimana banyaknya para pejabat yang siang malam resah tak tenang memikirkan kalau-kalau ia akan mendapatkan tuntutan dari rakyatnya untuk lengser, takut diturunkan oleh lawan politik dan lain sebagainya.
Harta, tahta ataupun wanita dan keluarga bukan lah kunci dari rahasia hidup bahagia. Ada beberapa hal yang perlu ditanamkan apabila Anda ingin kehidupan Anda di dunia bahagia dan berakhir bahagia pula di akhirat:
1. Menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Perintah Allah adalah sesuatu yang bernilai pahala. Pahala adalah segala sesuatu yang mampu membuat hati seseorang menjadi tenang, damai dan bahagia. Oleh karena itu, orang yang selalu melakukan perintah Allah maka ia akan mengumpulkan banyak pahala. Dan pahala tersebut akan berbuah ketenangan dalam diri yang bersangkutan.

Kebahagiaan yang hakiki akan muncul dengan kita memperbanyak perbuatan pahala, tak hanya di dunia namun juga di akhirat. Menjauhi apa yang menjadi larangan Allah merupakan cara Anda untuk lebih ringan dalam menjalankan perintah Allah. Orang yang selalu melakukan larangan-larangan Allah akan terkunci hati-Nya melakukan berbagai perintah Allah SWT.
2. Memperbanyak rasa syukur dalam hidup
Kunci rahasia hidup bahagia selanjutnya adalah memperbanyak rasa syukur pada Allah SWT.

Syukur akan membuat kita tenang dalam menjalani hidup, tidak iri dan dengki serta akan lebih banyak mengingat segala nikmat yang telah diberikan Allah pada kita.
Syukur bukan hanya menjadi rahasia hidup bahagia, namun juga akan mengantarkan memperoleh nikmat yang lebih banyak lagi dari Allah SWT. Sebab Allah SWT menjanjikan, barang siapa yang bersyukur dengan nikmat-Nya, maka akan ditambahkan lagi padanya nikmat yang banyak.
Itulah dua hal utama yang menjadi rahasia hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Bahagia dunia dan akhirat merupakan hakikat bahagia yang paling utama.

Meskipun apa yang diinginkan itu tercapai, tetapi…ramai yang kecewa, hidupnya gelisah malah ada yang membunuh diri, karena apa yang diinginkannya itu tidak tercapai.

Islam memberi panduan kepada kita untuk mencapai ketenangan dalam kehidupan ini maka kita perlulah mendekatkan diri kita dengan Maha pencipta yaitu Allah S.W.T. 
Allah berfirman ;

“Ketahuilah, hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati akan menjadi tenteram.” (Q.S.Ar Ra’d :28)

Zikir dari segi bahasa dapat diartikan dengan “ingat” ,yang merupakan ucapan, perbuatan dan pemikiran.

Allah berfirman;

“(Yaitu) orang yang berzikir kepada Allah semasa mereka berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia.” (QS Ali Imran: 191)

Kemuncak bagi pencapaian Kebahagiaan bagi orang yang beriman, yaitu kebahagiaan hidup di akhirat dengan nikmat surga yang kekal abadi, Allah berfirman yang maksudnya”:

Dan sampaikanlah berita gembira kepada yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya”. (QS al-Baqarah : 25)

Bagi seorang Muslim kebagiaan yang diusahakan mencakup bahagia didunia dan bahagia di akhirat.

Dunia ini merupakan ladang ataupun kebun yang diusahakan untuk menanam berbagai tanaman yang berguna yang boleh dinikmati didunia dan diakhirat.

Dalam surah al-’Asr, Allah berfirman yang maksudnya :

” Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan beramal soleh dan mereka pula, berpesan-pesan dengan kebenaran dan berpesan-pesan dengan kesabaran.” (QS.al-”Asr: 1 – 3)

Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, maka perlulah kita memiliki Iman yang teguh, dan amalan soleh, serta saling berpesan kepada kebenaran dan kesabaran.

Iman ialah keyakinan teguh, kepada Allah S.W.T. dan Rasulnya, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang yang percaya kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS al-Hujurat  :15)

Allah berfirman yang maksudnya: “Sesungguhnya manusia itu dalam kerugiaan, kecuali orang yang beriman dan beramal soleh,  dan mereka pula saling berpesan-pesan dengan kebenaran dan dan berpesan-pesan dengan kesabaran.” (Qs.al-’Asr :1 – 3)

Amal soleh ialah ialah perbuatan manusia yang sesuai dengan petunjuk Allah S.W.T. Amal soleh adalah kesempurnaan iman seseorang.

Menegakkan kebenaran, didunia ini banyak amal perbuatan keji dan zalim, dilakukan oleh manusia, oleh itu perlulah ada orang-orang yang terus berusaha untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Menegakkan kesabaran. Sudah tentu dalam usaha untuk menegakkan kebenaran maka kita akan menghadapi berbagai halangan dan rintangan, hanya mereka yang sabar saja yang akan memperoleh kejayaan.

Jumat, 23 Oktober 2015

Bergaya hidup islami tinggalkan gaya hidup jahili

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

   Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
        Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahili.
        Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.
        Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah berikut ini:
Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
            Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِيْ بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّوْمِ. فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَـئِكَ. (رواه البخاري عن أبي هريرة، صحيح).
    
  Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari).

لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى. قَالَ: فَمَنْ. (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري، صحيح).
    
  Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari) 



            Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس).
        Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
            Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?
   “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka, berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
        Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.

            Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.
        Marilah kita takut pada ancaman akhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin ada dari keluarga kita yang disiksa di Neraka. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَتُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا. (رواه مسلم عن أبي هريرة، صحيح).
        
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).
            Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.

            Akhir kata saya ingin mengajak untuk memperhatikan, merenungi dan mentaati sebuah firman Allah yang artinya:
        Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6).

Minggu, 18 Oktober 2015

Jaga keharmonisan keluarga menuju Baiti Jannati

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

Rasulullah SAW berpesan kepada para suami: “Takutlah kepada Allah dalam hal wanita. Karena susungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang berada di bawah kekuasaan kamu, dan kamu ambil mereka itu dengan amanah Allah dan kamu dihalalkan menggauli mereka berdasarkan kalimat Allah.”
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa pernikahan bukan sekadar memenuhi dorongan (kebutuhan) biologis, tetapi melaksanakan amanah Allah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhir zaman.
Hak dan kewajiban suami-istri
Agar sukses dalam memikul amanah tersebut, suami istri mempunyai hak dan kawajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap suami mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh istri, sebab itu kewajiban istri. Dan setiap istri mempunyai hak, dan hak ini harus dipenuhi oleh suami dan itu kewajiban suami.
Menjadi suami yang baik memiliki posisi tersendiri (khusus) di hadapan Allah. Sehingga perbuatan yang kecil, remeh lagi sepele yang diberikan kepada istrinya dengan tulus ikhlas, akan diganjar oleh Allah. “Sesungguhnya seorang suami bila memberi minum air kepada istrinya diberi pahala.”
Kalau hanya seteguk air saja yang diberikan kepada istri dijamin oleh Allah dengan pahala, maka bisa dibayangkan bagaimana besarnya pahala atas pemberian-pemberian lainnya yang jauh lebih berharga daripada air.
Oleh karena itu jadilah suami teladan. Jangan sekali-kali menjadi suami yang mudah menyia-nyiakan istri. “Cukuplah berdosa bagi seorang yang menyia-nyiakan istrinya,” (Sabda Rasulullah SAW)
Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk. “Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah.” (al-Hadits).



“Sebaik-baik kamu (suami ) adalah yang paling baik kepada istrinya dan aku adalah yang paling baik kepada istriku,” demikian sabda Rasulullah SAW.
Sebaliknya, juga istri harus berupaya menjadi istri teladan, yang mampu tampil sebagai pendidik, istri, sekaligus ibu.
Pernah Rasulullah SAW bertanya kepada seorang wanita tentang sikapnya terhadap suaminya. Wanita tersebut menjawab, “Segala sesuatu yang sanggup aku kerjakan bagi suamiku, aku lakukan, kecuali apa-apa yang tidak sanggup aku lakukan.”
Mendengar jawaban tersebut Rasulullah SAW bersabda, “Masukmu ke dalam surga atau neraka itu bergantung sikapmu terhadap suamimu.”
Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. “Bilamana seorang wanita melakukan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta menjaga kehormatan dan mentaati suaminya, maka dia berhak masuk surga dari pintu manapun yang engkau kehendaki.” [HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
Demikian pentingnya unsur ketaatan istri kepada suami sehingga Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain. Maka aku akan menyuruh wanita bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadap mereka.”
Bahkan Rasulullah menjelaskan bahwa derajat wanita sangat ditentukan oleh perlakuannya terhadap suaminya. “Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya dan mentaatimu jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu.”

Rumah tangga dalam Islam adalah `tempat berteduh’, tempat terwujudnya suasana sakinah (tenteram) yang disempurnakan dalam mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih-sayang). Sebagaimana yang disabdakan Rasululah SAW "baitii jannatii’, rumahku adalah surgaku.
Suasana sakinah, mawaddah, dan rahmah inilah yang sangat dibutuhkan oleh setiap bayi yang lahir sebagai buah dari perkawinannya.
Anak yang dibesarkan dalam usrah yang tenteram, diliputi oleh rasa kasih sayang, pasti akan menjadi anak yang tumbuh normal, dewasa, dan matan kepribadiannya.
Sebaliknya bayi yang lahir dari kegelisahan, kebencian, dan kekejaman dalam rumah tangga kelak akan menjadi anak-anak yang membalas dendam kepada masyarakat di mana dia hidup. Akan fatal akibatnya apabila seorang ibu sibuk di luar rumah dan melupakan tugas memberikan sentuhan kasih sayang secara optimal kepada anaknya.
Anak yang merasakan sentuhan kasih sayang sejak dini akan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Sebaliknya, anak yang kehilangan kasih sayang sejak kecil akan menjadi anak yang rendah diri, minder, dan sulit menyayangi orang lain. Ia akan protes melihat kenyataan hidup yang dihadapi.
Oleh karena itu, menjadi tugas kita, utamanya para ibu untuk kembali ke rumah. Rawatlah anak-anakmu dengan penuh kasih sayang dan tanamkanlah nilai-nilai keislaman kepada putra-putri Anda. Bentengilah mereka dari hal-hal yang dapat merusak masa depan mereka.
Begitupun kepada kaum bapak. Janganlah kesibukan Anda mencari nafkah di luar rumah lantas melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Sebab Allah mentakdirkan kaum lelaki sebagai pemimpin keluarga.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [QS. An Nisa’:34].

Ayat di atas menunjukkan kepada kita semua, betapa berat tanggungjawab kaum pria. Selain mencarikan nafkah, melindungi, mengontrol, mengawasi pendidikan (akhlaq) anak istri di rumah, agar mereka senantiasa mematuhi perintah Allah dan terbebas dari siksa api neraka. Tugas utama pemimpin keluarga yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akherat adalah menjaga keluarganya dari api neraka).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS. At Tahrim: 6]

Semoga AllaH Subhanahu Wata’ala menjadikan rumah dan keluarga kita menjadi kita “baiti jannati”, rumah-rumah ibarat surga, yang dikelilingi kasih dan sayang, suami-istri dan anak-anak yang sholeh dan sholehah dan senantiasa mengagungkan “asma” Allah. Tak kalah penting, mudah-mudahan semua keturunan kita terhindar dari api neraka dan agar keharmonisan tetap terjaga selamanya.
AAMIIN YA ROBBAL'ALAMIIN

Sabtu, 17 Oktober 2015

Sabar dan Shalat solusi terbaik menyelesaikan masalah

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

SATU ciri utama dunia yang tidak akan pernah hilang ialah masalah.
Siapapun yang namanya masih hidup di bumi ini pasti akan menghadapi masalah, karena masalah ada di mana-mana, mulai dari kolong jembatan sampai istana kekuasaan. Dari anak-anak hingga kakek-nenek, semua berhadapan dengan masalah. Prinsipnya setiap jiwa memiliki masalah.
Allah Ta’ala sebagai Pencipta Alam Semesta sudah mengetahui dan karena itu juga telah mempersiapkan metode terbaik dalam menghadapi setiap masalah, yakni dengan sabar dan shalat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).




Dalam buku fenomenal La Tahzan disebutkan bahwa, jika Rasulullah di timpa sebuah ketakutan, maka beliau akan segera melakukan shalat. Suatu waktu beliau berkata kepada Bilal, “Ketenanganku ada pada shalat.”

Jika hati terasa menyesak, masalah yang dihadapi terasa sangat rumit dan tipu muslihat sangat banyak, maka bersegeralah datang ke tempat shalat, dan shalatlah.

Shalat adalah media terbaik seorang Muslim mengadukan segala masalahnya kepada Allah Ta’ala.
Kita banyak menemukan riwayat yang menuturkan bahwa Nabi di kala shalat sungguh sangat thuma’ninah dan bisa dikatakan cukup panjang, utamanya kala beliau shalat sendiri di malam hari. Bahkan Situ ‘Aisyah pernah menuturkan, kaki Rasulullah sampai bengkak karena lamanya shalat beliau.
Semua itu tidak lain karena beliau sedang mengadu, memohon, dan berharap kepada Allah agar segala rusan yang berkaitan dengan umat Islam diberikan jalan, diberikan kemudahan, diberikan keberkahan, sehingga umat Islam bisa menjadi umat terbaik yang mampu menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.
Kala kita memohon kepada Allah melalui shalat, tentu sangat tidak elok jika dilakukan dengan tergesa-gesa. Harus tenang dan sabar dalam menjalankannya.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha [20]: 132).

Jadi, shalat sebenarnya bukan semata ritual, ia sumber menyedot dan menyadap kekuatan Ilahiyah untuk setiap jiwa mampu menghadapi masalah dengan tenang, cerdas dan solutif. Sebab dalam shalat ada masa dimana Allah sangat dekat pada seorang hamba, yakni di kala sujud.

“Sedekat-dekat seorang hamba kepada Tuhannya yaitu ketika ia sujud, maka perbanyaklah berdo’a di dalam sujud.” (HR. Muslim).

Dengan demikian mari kita jadikan shalat sebagai media penting dalam hidup kita untuk benar-benar dekat kepada Allah Ta’ala untuk menemukan solusi dari setiap masalah yang kita hadapi. Bukan sekedar ritual dan kurang begitu antusias dalam menjalankannya.
Sabar adalah kemampuan jiwa untuk senantiasa berlapang dada, berkemauan keras, serta memiliki ketabahan yang besar dalam menghadapi masalah kehidupan.
Bahkan tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi dengan sabar. Dengan bersabar, masalah apa pun, insya Allah akan ada solusinya
 

Seberapa pun besar permasalahan yang kita hadapi, tetaplah bersabar. Karena kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama dengan kesabaran. Jalan keluar datang bersama kesulitan. Dan, dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan. Karena janji Allah adalah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).

Dengan demikian, jangan sedih, apalagi putus asa. Biarlah masalah mewarnai hidup kita, apa pun dan sebesar apa pun. Semua itu pasti akan sirna seiring kita memohon solusi kepada Allah dengan sabar dan shalat. Karena jika Allah sudah berjanji, mustahil Allah tidak menepatinya, yakinlah!

Rabu, 14 Oktober 2015

Makanlah yang baik baik jika ingin doamu di kabulkan

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

Terkadang atau bahkan sering kita berdo’a tetapi kok do’a kita tidak diijabah oleh Allah swt.
Jika ini terjadi pada diri kita, hendaklah kita introspeksi diri apakah cara berdo’a kita sudah benar, ibadahnya sudah tekun atau apakah gerangangan aktifitas yang kita lakukan yang bertentangan dengan jalan Allah swt.
Didalam salah satu riwayat Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa ada seorang musafir yang berdo'a tetapi tidak diijabah oleh Allah swt, padahal do’a seorang musyafir itu adalah salah satu do’a yang makbul. Rasulullah saw menyatakan bahwa do’anya tidak makbul karena musyafir itu telah memakan makanan yang haram, minuman yang haram, dan pakaiannya pun dari hasil yang haram pula, sehingga do’anya tidak dikabulkan oleh Allah swt.

Jadi jelaslah bahwa makanan, minuman yang haram karena zatnya atau karena cara mendapatkannya akan menghambat do’a kita untuk dikabulkan oleh Allah swt.
 
 
 

Ini dikarenakan Allah swt itu Maha Suci dan tentunya Dia menyukai hal-hal yang bersih juga atau menerima harta yang suci dari hambanya.
Allah berfirman: 
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah”. (QS. 2:172).

Di ayat lain juga Allah swt menyatakan
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 23:51).

Sahabat G+ DAN sahabat FB…. oleh sebab itu marilah kita berhati-hati dari mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram dan mencari rezki dengan cara yang tidak terpuji atau bukan dijalan Allah yang tentunya akan menjadi darah dan daging didalam tubuh kita yang akan menghalangi makbulnya do’a kita dan konon hal ini juga membuat kita berat untuk beribadah dan mengingat Allah swt (dzikir).
Dan bukan hanya itu saja, janganlah kita memakan hak orang lain bahkan hak anak yatim dan fakir miskin yang telah diberikan Allah swt melalui kita. Keluarkanlah hak-hak mereka itu melalui zakat, infaq dan sadaqoh dan Insya Allah diri kita akan bersih dari barang-barang yang haram dan hal ini akan membuat kita gampang dan gemar beribadah dan sudah barang tentu Allah swt akan menyukainya dan Insya Allah do'a-do'a kita pun akan diijabah olehNya.

Bahagia karena SURGAKU ada DIDADAKU

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh


Kebahagiaan, begitu mudah diucapkan namun semudah itukah diwujudkan? Banyak orang tak menemukan kebahagiaan hidup karena ia tak tahu apa makna dari kebahagiaan dan dimana kebahagiaan itu berada. Hanya dalam agama Islamlah ketenangan hati, kebahagiaan hakiki dan impian-impian nyata itu akan dinikmati.




Demi sebuah kebahagian sejati, seorang Salman al-Farisi tahan menempuh ribuan kilometer melintasi gurun pasir gersang, menembus belantara dan menyeberang samudera. Pengembaraan spektakuler itupun akhirnya berlabuh ketika ia bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya agama Islamlah yang menjanjikan kebahagiaan hidup abadi. Banyak cerita dan kisah para dokter, pendeta, biarawati, selebritis maupun tokoh–tokoh politik yang telah bermetamorfosa hingga mereka memilih Islam sebagai jalan hidup.
Kaum muslimin tak perlu terkecoh dan terpesona oleh orang–orang yang memiliki kekayaan melimpah, jabatan yang prestisius, pasangan hidup yang menawan, namun mereka jauh dari nilai–nilai Islam yang lurus. Mungkin kelihatannya mereka selalu happy, namun pada hakikatnya mereka belumlah mendapatkan kedamaian hakiki.
Ulama sekaliber Ibnu Taimiyah, meski hidup dalam penjara yang sangat jauh dari kenikmatan dunia, namun beliau dengan semangat dan lantang mengatakan,
أنا جنّتي في قلبي، وبستاني في صدري
“Surgaku ada di dadaku”
Seorang mukmin akan merasakan manisnya iman ketika ia mengenal Allah, Rasul dan agamanya. Itulah sumber kebahagiaan tertinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. meski kehidupannya sangat bersahaja dengan serba minimalis, namun beliau pun mengatakan, “Rumahku surgaku.”
Menjadikan dunia di tangan hanya dalam genggaman, sedangkan hatinya tetap tertuju pada akhirat. Hal ini akan terjadi jika anda berorientasi pada kebahagiaan di kampung keabadian. Karena puncak kesuksesan seorang muslim hanyalah di saat ia dimasukkan ke dalam surga Allah SWT dan dijauhkan dari neraka-Nya.
Jika anda berfikir tentang kebahagiaan, berarti anda berupaya keras agar kebahagiaan itu terjadi dalam hidup anda. Tentu semuanya dengan izin Allah. Malik bin Dinar mengatakan, “Kebanyakan penduduk dunia, ketika meninggalkan dunia mereka belum mencicipi kenikmatan dunia yang paling nikmat, yakni mengenal Allah.”

Senin, 12 Oktober 2015

Belajar untuk BAIK

Assalamu'alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh

Allah Swt menciptakan manusia dengan struktur sangat baik dan sempurna, melebihi mahluk yang lainnya, Struktur tersebut terdiri dari Jasmani, Rohani, Nafs (jiwa), dan Iman.
Kesempurnaan unsur manusia di sebutkan dalam Firman Allah Swt yang Artinya ;
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS At Tin ; 4)


Salah satu potensi yang di berikan Allah Swt kepada makhluknya ialah AKAL,
Allah Swt menganugerahkan akal pikiran sebagai kunci untuk memperoleh petunjuk dalam segala hal. Akal adalah utusan  kebenaran, ia adalah kendaraan pengetahuan, serta pohon yang akan membuahkan Istiqomah dan konsistensi dalam kebenaran, karena itu, Manusia akan menjadi manusia yang sempurna jika memiliki akal.
Akal yang baik juga akan menghalangi manusia terjerumus dalam dosa, dan kesalahan 
Salah satu akhlak terpuji kepada Allah Swt adalah Khusnudzon (Berbaik sangka) kepada Nya,

Sesungguhnya berprasangka baik kepada Allah Ta’ala yakni meyakini apa yang layak untuk Allah, baik dari nama, sifat dan perbuatanNya.  Begitu juga meyakini apa yang terkandung dari pengaruhnya yang besar. Seperti keyakinan bahwa Allah Ta’ala menyayangi para hamba-Nya yang berhak disayangi, memaafkan mereka dikala bertaubat dan kembali, serta menerima dari mereka ketaataan dan ibadahnya.



Sesungguhnya seorang mukmin ketika berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan memperbaiki amalnya. Sementara orang buruk, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal keburukan." (HR. Ahmad)
 
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan struktur yang paling baik di antara makhluk Allah SWT yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur-unsur jasmani, rohani, nafs, dan iman - See more at: http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/05/positive-thinking.html#sthash.dDwShE0U.dpuf
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan struktur yang paling baik di antara makhluk Allah SWT yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur-unsur jasmani, rohani, nafs, dan iman - See more at: http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/05/positive-thinking.html#sthash.dDwShE0U.dpuf
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan struktur yang paling baik di antara makhluk Allah SWT yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur-unsur jasmani, rohani, nafs, dan iman - See more at: http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/05/positive-thinking.html#sthash.dDwShE0U.dpuf
Berpikir positif (baik) adalah cara berfikir secara terbuka dan melihat segala sesuatu selalu memberi hikmah bagi pengalaman hidup. Sebaliknya, seorang yang berfikir negatif hanya merekam gambar kelam dari setiap kejadian atau keburukan pada seseorang. 
 Secara umum, prasangka baik akan mengantar seseorang melakukan sebab keselamatan. Sedangkan  kalau melakukan sebab kecelakaan, berarti dia tidak ada prasangka baik.

Orang yang selalu berfikir baik juga akan berbicara yg baik pula,


Sungguh beruntung orang yang banyak diam
Ucapannya dihitung sebagai makanan pokok
Tidak semua yang kita ucapkan ada jawabnya
Jawaban yang tidak disukai adalah diam
Sungguh mengherankan orang yang banyak berbuat aniaya
Sementara meyakini bahwa ia akan mati

 
Seseorang mati karena tersandung lidahnya
Dan seseorang tidak mati karena tersandung kakinya
Tersandung mulutnya akan menambah (pening) kepalanya
Sedang tersandung kakinya akan sembuh perlahan
.


  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.
Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut, sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah kemaluan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat maka dia akan diam. Sementara orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.

siapa saja yang beriman dengan keimanan yang sempurna, yang menyelamatkan dari azab Allah dan mengantarkan kepada keridhaan Allah maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang sebenarnya, ia takut ancaman-Nya, mengharap pahala-Nya, berusaha mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Kemudian memelihara seluruh anggota tubuhnya yang menjadi gembalaannya, dan ia bertangung jawab terhadapnya, sebagaimana firman-Nya,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’(QS. Al-Isra’:36)

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf :18)

Oleh karena itu marilah kita jaga sikap dalam segala hal, termasuk berbicara, berfikir, dan berprasangka, supaya kita tidak di golongkan dalam golongan manusia yang bangkrut,
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim 2581)

 Wahai Rabb, ampunilah dosa-dosa hamba, bimbinglah hamba untuk senantiasa taat kepada-Mu dan masukkanlah kami kedalam golongan orang-orang yang Engkau beri Rahmat.

Berpikir dalam Islam
Islam memandang berpikir itu sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab dengan berpikir, manusia menyadari posisinya sebagai hamba dan memahami fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi. Tugasnya hanyalah menghambakan diri kepada Allah SWT dengan beribadah. Dengan berpikir juga, manusia mengetahui betapa kuasanya Allah menciptakan alam semesta dengan kekuatan yang maha dahsyat, dan dirinya sebagai manusia sangat kecil dan tidak berarti di hadapan Allah Yang Maha Berkuasa.
Al-Qur’an berkali-kali merangsang manusia, khususnya orang beriman, agar banyak memikirkan dirinya, lingkungan sekitarnya, dan alam semesta. Karena dengan berpikir itu, manusia akan mampu mengenal kebenaran (al-haq), yang kemudian untuk diimani dan dipegang teguh dalam kehidupan. Allah berfirman, “Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19).
Islam memandang kaitan antara keilmuan dengan ketakwaan itu sangat erat. Dalam arti, semakin dalam ilmu seseorang akan semakin takut kepada Allah SWT. Disebutkan di dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah SWT adalah orang-orang yang berilmu dari hamba-Nya.” (Faathir: 28).
Menurut kacamata Al-Qur’an, orang-orang yang mendurhakai Allah itu karena disebabkan “cacat intelektual”. Betapapun mereka berpikir dan bahkan sebagian mereka ada yang turut bersaham untuk mengembangkan peradaban manusia, namun selama proses berpikir tidak mengantarkan mereka ke derajat “bertakwa”, maka selama itu pula mereka tetap berada dalam kategori orang-orang yang “tidak mengerti” atau meminjam istilah Al-Qur’an “laa yafgahuun”, “laa ya’lamuun”, “laa ya’qiluun”.
- See more at: http://www.arrahmah.com/read/2007/12/14/1375-metode-berpikir-islami.html#sthash.iEQ2DsH5.dpuf
Berpikir dalam Islam
Islam memandang berpikir itu sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab dengan berpikir, manusia menyadari posisinya sebagai hamba dan memahami fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi. Tugasnya hanyalah menghambakan diri kepada Allah SWT dengan beribadah. Dengan berpikir juga, manusia mengetahui betapa kuasanya Allah menciptakan alam semesta dengan kekuatan yang maha dahsyat, dan dirinya sebagai manusia sangat kecil dan tidak berarti di hadapan Allah Yang Maha Berkuasa.
Al-Qur’an berkali-kali merangsang manusia, khususnya orang beriman, agar banyak memikirkan dirinya, lingkungan sekitarnya, dan alam semesta. Karena dengan berpikir itu, manusia akan mampu mengenal kebenaran (al-haq), yang kemudian untuk diimani dan dipegang teguh dalam kehidupan. Allah berfirman, “Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19).
Islam memandang kaitan antara keilmuan dengan ketakwaan itu sangat erat. Dalam arti, semakin dalam ilmu seseorang akan semakin takut kepada Allah SWT. Disebutkan di dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah SWT adalah orang-orang yang berilmu dari hamba-Nya.” (Faathir: 28).
Menurut kacamata Al-Qur’an, orang-orang yang mendurhakai Allah itu karena disebabkan “cacat intelektual”. Betapapun mereka berpikir dan bahkan sebagian mereka ada yang turut bersaham untuk mengembangkan peradaban manusia, namun selama proses berpikir tidak mengantarkan mereka ke derajat “bertakwa”, maka selama itu pula mereka tetap berada dalam kategori orang-orang yang “tidak mengerti” atau meminjam istilah Al-Qur’an “laa yafgahuun”, “laa ya’lamuun”, “laa ya’qiluun”.
- See more at: http://www.arrahmah.com/read/2007/12/14/1375-metode-berpikir-islami.html#sthash.iEQ2DsH5.dpuf